PERPEKTIF HUKUM: KASUS AGNI DAMAI, BAGAIMANA PERKARANYA?



PERPEKTIF HUKUM: KASUS AGNI DAMAI, BAGAIMANA PERKARANYA?

(Oleh: Hidayatullah M. A. Nasution)
Dugaan perbuatan cabul dan pemerkosaan yang dilakukan oleh HS kepada mahasiswi UGM yakni Agni (nama samaran korban) pada saat KKN di Pulau Seram, Maluku pada tahun 2017 lalu berujung damai. Nota kesepakatan damai ini ditanda tangani di atas kertas bermaterai oleh Agni, HS dan Rektor UGM Panut Mulyono pada Senin, 4 Februari 2019. Panut menegaskan, keputusan damai ini dipilih oleh kedua belah pihak dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan. Panut juga mengungkapkan bahwa HS menyatakan penyesalannya, mengaku bersalah dan memohon maaf kepada Agni.
Penting diketahui dalam perkara pidana ada dua jenis delik sehubungan dengan pemprosesan perkara yakni delik biasa dan delik aduan. Delik aduan hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana. Menurut Drs. R. Utrecht delik aduan digantungkan dari persetujuan dari yang dirugikan (korban). Sedangkan delik biasa tetap dapat diproses tanpa adanya persetujuan yang dirugikan. Dalam kasus Agni dugaan perbuatan cabul dan pemerkosaan dikategorikan ke dalam delik biasa. Jadi walaupun laporan atas dugaan tersebut dicabut akan tetapi penyidik tetap berkewajiban untuk memproses kasus Agni.
Kasus Agni sudah dalam tahapan penyidikan, untuk melakukan pemberhentian penyidikan secara hukum mekanisme yang dapat ditempuh adalah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3). Apabila mengacu pada pasal 109 ayat (2) KUHAP, alasan dilakukannya pemberhentian penyidikan karena:
a.       Tidak terdapat cukup bukti, yaitu apabila penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka;
b.      Peristiwa yang disidik oleh penyidik ternyata bukan merupakan tindak pidana; hal ini karena tidak terpenuhinya unsur – unsur pidana yang disangkakan
c.       Penyidikan dihentikan demi hukum, alasan ini dapat dipakai apabila ada alasan – alasan hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana seperti nebis in idem, tersangka meninggal dunia atau karena perkara pidana telah kadaluarsa.
Jadi walaupun Agni telah berdamai dengan HS tapi secara hukum kasus ini akan terus berjalan kecuali dalam proses penyidikan tidak ditemukannya cukup bukti untuk menuntut tersangka, tersangka meninggal dunia atau hal – hal yang sudah diatur di dalam KUHAP. Apabila ketentuan – ketentuan pemberhentian penyidikan tersebut tidak terpenuhi maka penyidik (Kepolisian) tidak boleh melakukan pemberhentian penyidikan dan wajib untuk terus mengusut kasus Agni.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian dari Dwang, Dwaling, Bendrog :

PRAPENUTUTAN DI KEPOLISIAN DAN KEJAKSAAN STUDI KASUS JESIKA KUMALA WONGSO

Analis Putusan Pengadilan Jakarta Selatan No. 456/Pdt.G-LH/PN Jkt. Sel