DISKRESI MERUPAKAN JAWABAN DARI KELEMAHAN ATURAN TERTULIS
Nama penulis : Hidayatullah M.A.Nasution
DISKRESI
Dalam konteks hukum
administrasi negara, badan/pejabat pemerintahan mempunyai kewenangan yang luas
dalam menjalankan roda pemerintahan. Kewenangan badan/pejabat publik diatur
dalam bentuk peraturan perundang-undangan atau hukum tertulis. Akan tetapi, badan/pejabat
pemerintahan dimungkinkan melakukan tindakan diluar ketentuan hukum tertulis. Sebagaimana adagium yang dikenal yakni het recht hinkt achter de feiten aan, bahwa
hukum terpontang panting mengikuti peristiwanya dari belakang. Keadaan ini
merupakan suatu konsekuensi bahwa undang-undang dan peraturan tertulis lainnya
sering kali tertinggal dalam mengantisipasi perkembangan zaman karena perubahan
nilai dalam masyarakat, meningkatnya kebutuhan manusia di bidang ilmu
pengetahuan,teknologi, dan lain-lain.[1]
Menurut JP. Wind kondisi dan situasi tersebut
merupakan hal yang wajar karena tidak ada ketentuan tertulis yang mengatur segala
aspek kehidupan secara konkret, Sehingga untuk bisa mengisi “ruang kosong”
tersebut, diperlukan suatu kebijakan yang dapat dilaksanakan secara cepat,
dinamis, efektif dan efisien.[2]
Oleh karenanya, diperlukan diskresi untuk mengisi ruang kosong tersebut. Berdasarkan
pasal 1 angka 9 UU No. 30 tahun 2014 tentang adminitrasi negara, pengertian
diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan
oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam
penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan
pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya
stagnasi pemerintahan.[3]
Berarti kelemahan dari peraturan tertulis yang kaku dapat dijawab dengan
diskresi seperti mengisi kekosongan hukum dan mengatasi stagnisasi pemerintahan
namun harus tetap dipertanggung jawabkan agar tidak terjadi penyalahgunaan
wewenang.
Komentar
Posting Komentar